Bencana Longsor di Wolongizu, Desa Boba Satu: Masyarakat Bobaraya Terisolasi, Butuh Penanganan Serius
Wogowela, Bencana alam kembali menimpa masyarakat di Wilayah Bobaraya tepatnya di Desa Boba Satu, Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada. Kali ini, longsor besar yang terjadi pada akhir Juli 2025 menimbun seluruh badan jalan penghubung antara Bobaraya menuju ibu kota Kecamatan Golewa Selatan dan Kabupaten Ngada. Material longsor berupa batu berukuran besar bercampur pasir tebal menutup akses jalan, membuat transportasi lumpuh total, dan memaksa warga terisolasi di kampung sendiri.
Peristiwa longsor di Wolongizu bukanlah kejadian baru. Hampir setiap musim hujan, titik yang sama selalu mengalami longsor dengan intensitas yang bervariasi. Namun, longsor tahun ini tergolong parah karena menutup total akses vital masyarakat Bobaraya. Akibatnya, ratusan kepala keluarga terpaksa menghentikan hampir semua aktivitas yang berkaitan dengan mobilitas, termasuk ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Hujan Deras dan Tebing Rapuh
Menurut warga setempat, longsor kali ini dipicu oleh hujan deras yang turun hampir setiap hari selama sepekan terakhir. Struktur tebing di sisi jalan memang rapuh, didominasi bebatuan yang mudah lepas. Minimnya vegetasi penahan di atas tebing membuat air hujan mudah meresap ke sela-sela batu, mengakibatkan rekahan melebar dan akhirnya longsor terjadi.
Hantaman batu besar yang jatuh menghancurkan sebagian badan jalan. Selain menutupi jalur kendaraan, tumpukan material longsor juga sangat berbahaya bagi pejalan kaki. Warga Bobaraya yang nekat berjalan kaki ke arah ibu kota kecamatan pun terpaksa melintasi jalur alternatif di perbukitan dengan risiko tinggi longsor susulan. Tidak sedikit warga yang terpaksa membatalkan perjalanan karena khawatir tertimbun longsor.
Dampak Ekonomi: Hasil Panen Terancam Membusuk
Wilayah Bobaraya dikenal sebagai kawasan pertanian rakyat. Sebagian besar warga menggantungkan hidup dari hasil kebun kopi, cengkeh, kemiri, dan tanaman palawija. Biasanya, hasil panen dibawa ke pasar kecamatan atau kabupaten menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Namun, longsor membuat jalur distribusi terputus total.
Hasil kebun yang seharusnya diangkut ke pasar terpaksa menumpuk di rumah warga. Kondisi ini membuat para petani resah, sebab hasil panen yang lama disimpan berisiko menurun kualitasnya bahkan membusuk. Bila ini terjadi, kerugian ekonomi tidak dapat dihindarkan. Beberapa petani mengaku sudah berupaya mencari jalur alternatif, tetapi medan yang sulit dan rawan longsor susulan membuat usaha tersebut tidak membuahkan hasil.
Selain itu, pasokan barang kebutuhan pokok dari ibu kota kecamatan pun terhambat. Biasanya, kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, hingga gas elpiji didatangkan rutin setiap pekan. Namun dengan akses tertutup, warung-warung di Bobaraya mulai kehabisan stok. Warga terpaksa berhemat sembari berharap jalur segera dibuka.
Sekolah Libur, Pelayanan Kesehatan Terbatas
Bencana longsor juga berdampak pada sektor pendidikan. Beberapa siswa Bobaraya yang bersekolah di ibu kota kecamatan tidak bisa pergi ke sekolah. Orang tua khawatir melepas anak-anak mereka berjalan kaki melewati jalur longsor yang berbahaya. Sekolah terpaksa diliburkan hingga akses kembali normal.
Dari sisi kesehatan, masyarakat Bobaraya pun harus menghadapi kondisi darurat tanpa akses mudah ke puskesmas atau rumah sakit di kecamatan. Dalam situasi darurat seperti melahirkan atau sakit parah, warga hanya bisa berharap tidak ada kejadian fatal. Beberapa warga memilih menempuh jalur berbahaya dengan berjalan kaki berjam-jam ke desa tetangga, meski risikonya sangat tinggi.
Permintaan Penanganan Serius dari Pemerintah Daerah
Bencana longsor yang berulang di Wolongizu sudah seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada. Warga Bobaraya merasa pemerintah kurang responsif karena longsor di titik ini bukan sekali dua kali terjadi. Namun hingga kini, solusi permanen belum juga tampak. Warga menilai penanganan selama ini hanya bersifat sementara: material longsor dibersihkan, namun tidak diikuti dengan pembangunan infrastruktur pencegah longsor.
Masyarakat Bobaraya berharap Pemerintah Daerah, melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Pekerjaan Umum, segera menurunkan alat berat untuk menyingkirkan batu dan pasir yang menutup jalan. Aksi cepat ini penting agar aktivitas warga bisa kembali normal. Selain itu, solusi jangka panjang seperti pembangunan talud penahan tebing, perbaikan drainase di lereng, dan penghijauan area rawan longsor mutlak dibutuhkan.
Peran Masyarakat dan Harapan
Meski terisolasi, warga Bobaraya tetap berupaya melakukan kerja bakti seadanya. Namun, keterbatasan peralatan membuat warga tidak mungkin membersihkan batu berukuran besar hanya dengan tenaga manusia. Oleh karena itu, warga berharap kerja sama antara masyarakat, pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten dapat terjalin dengan baik.
Selain penanganan fisik, edukasi mitigasi bencana juga penting. Warga perlu dilibatkan dalam pelatihan menghadapi longsor, pemasangan rambu peringatan, serta pembentukan posko darurat jika sewaktu-waktu longsor kembali terjadi.
Penutup
Bencana longsor di Wolongizu, Desa Boba Satu, Kecamatan Golewa Selatan, menjadi pengingat bahwa penanganan bencana tidak bisa hanya reaktif. Perlu langkah antisipasi jangka panjang agar kejadian serupa tidak terus berulang dan mengancam keselamatan serta kesejahteraan masyarakat Bobaraya.
Sudah saatnya Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada menjadikan titik longsor Wolongizu sebagai prioritas penanganan bencana. Dengan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, harapannya akses jalan kembali normal, aktivitas ekonomi pulih, anak-anak bisa bersekolah dengan aman, dan warga tidak lagi hidup dalam bayang-bayang ancaman longsor setiap musim hujan datang.
#BANGGABANGUNDESA